//
you're reading...
Telaah

Majelis Tafsir: Mengapa Kalian Tidak Mau Berinfak?

langit

Allah ta’ala berfirman:

وَمَا لَكُمْ أَلَّا تُنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

“Mengapakah kalian tidak mau berinfak di jalan Allah, padahal milik Allah lah segala warisan langit dan bumi.” (QS. Al-Hadid: 10)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

Maksudnya adalah; hendaklah kalian itu berinfak dan tidak khawatir miskin dan menjadi kekurangan. Karena sesungguhnya Dzat yang kalian berinfak di jalan-Nya adalah Sang penguasa langit dan bumi. Di tangan-Nya lah segala persendian langit dan bumi.

Dan di sisi-Nya lah perbendaharaan keduanya. Dia lah yang memiliki ‘Arsy dan apa saja yang dinaungi olehnya. Dia lah yang berfirman (yang artinya), “Apa pun yang kalian infakkan maka pasti Dia akan menggantikannya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rizki.” (QS. Saba’: 39). Dia pula yang berfirman (yang artinya), “Apa pun yang di sisi kalian itu pasti sirna, sedangkan apa-apa yang ada di sisi-Nya itulah yang akan kekal.” (QS. An-Nahl: 96).

Oleh sebab itu, barangsiapa yang benar-benar bertawakal kepada Allah pastilah dia berinfak. Dia tidak akan merasa khawatir kalau-kalau Sang pemilik ‘Arsy [Allah] akan membuat hidupnya kekurangan. Dia pun mengetahui/yakin bahwa Allah pasti akan menggantikan hal itu kepadanya.

[lihat Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Jilid 8 hal. 12]

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata:

Artinya, apakah gerangan yang menghalangi kalian dari berinfak di jalan Allah. Dan apakah yang menghalangi kalian dari suatu hal yang justru semakin mendekatkan diri kalian kepada Rabb kalian. Sementara kalian itu pasti akan mati dan meninggalkan harta-harta kalian.

Dan itu semuanya [harta] pasti akan kembali kepada Allah ta’ala. Maka arti dari ucapan ini adalah teguran dan celaan terhadap sikap enggan dan tidak mau berinfak…

[lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz 20, hal. 239-240]

Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan:

Apakah yang menyebabkan kalian terhalang dari berinfak di jalan Allah; yaitu infak untuk segala jalan kebaikan. Apa gerangan yang membuat kalian bersikap pelit itu. Padahal, kenyataannya itu semua bukan milik kalian seutuhnya. Akan tetapi ‘milik Allah lah warisan langit dan bumi ini’.

Ini artinya, seluruh harta itu pasti akan berpindah dari tangan kalian, atau malah kalian yang akan lebih dulu berpindah meninggalkannya. Kemudian kepemilikan atas harta itu akan kembali kepada pemiliknya yang sejati, yaitu Allah tabaraka wa ta’ala.

Maka dari itu, semestinya kalian berinfak sebisa mungkin, selama harta itu masih berada di tangan-tangan kalian. Manfaatkanlah kesempatan ini dengan sebaik-baiknya…

[lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 838-839]

Untaian Nasihat Ulama

Mujahid rahimahullah berkata, “Seandainya seorang insan menginfakkan semua hartanya di jalan yang benar maka hal itu bukanlah perbuatan mubadzir/pemborosan. Namun, jika dia menginfakkan satu mud saja dalam hal kebatilan maka itu adalah mubadzir.” (lihat Fath al-Hamid fi Syarh at-Tauhid [1/211])

Hatim al-Asham rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mendakwakan dirinya mencintai surga tanpa berinfak dengan hartanya maka dia adalah pendusta.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliya’, hal. 240)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Tidaklah aku menyesali sesuatu sebagaimana penyesalanku terhadap suatu hari yang tenggelam matahari pada hari itu sehingga berkuranglah ajalku padanya sedangkan amalku tidak kunjung bertambah.” (lihat Aina Nahnu min Haa’ulaa’i [2/11])

‘Ali bin al-Husain rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang merasa cukup [qona’ah] dengan apa yang dibagikan Allah untuknya maka dia adalah orang yang paling berkecukupan.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa’, hal. 662)

Sebagian tabi’in mengatakan, “Barangsiapa yang banyak dosanya hendaklah dia suka memberikan minum. Apabila dosa-dosa orang yang memberikan minum kepada seekor anjing bisa terampuni, maka bagaimana menurut kalian mengenai orang yang memberikan minum kepada seorang beriman lagi bertauhid sehingga hal itu membuatnya tetap bertahan hidup!” (lihat Syarh Shahih al-Adab al-Mufrad [1/500])

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu berkata, “Jadilah kalian anak-anak akherat, dan jangan menjadi anak-anak dunia. Sesungguhnya hari ini adalah amal dan belum ada hisab, sedangkan besok yang ada adalah hisab dan tidak ada lagi waktu untuk beramal.” (lihat Shahih Bukhari cet. Maktabah al-Iman hal. 1307)

Masruq rahimahullah berkata, “Cukuplah menjadi tanda keilmuan seorang tatkala dia merasa takut kepada Allah. Dan cukuplah menjadi tanda kebodohan seorang apabila dia merasa ujub dengan amalnya.” (lihat Min A’lam as-Salaf [1/23])

Tsabit al-Bunani rahimahullah berkata, “Beruntunglah orang yang mengingat saat datangnya kematian. Sebab tidaklah seorang hamba memperbanyak mengingat kematian kecuali akan tampak pengaruh baik hal itu bagi amalnya.” (lihat Aina Nahnu min Ha’ulaa’i, hal. 23-24)

Wallahu ta’ala a’lamu bish shawaab. 

Discussion

No comments yet.

Leave a comment